One Belt One Road (OBOR) Summit yang dilaksanakan di Beijing, Tiongkok baru saja berakhir digelar, Dari 40 negara yang telah menandatangani komitmen untuk ikut serta dalam OBOR Iinitiative, 29 diantaranya diwakili oleh Kepala Negara/Pemerintahan, termasuk Presiden Joko Widodo. Kehadiran 29 Kepala Negara/ Pemerintahan serta pimpinan Oorganisasi dunia Internsional seperti Sekretaris Jenderal PBB, Presiden Bank Dunia, serta Managing Director IMF menunjukan adanya dukungan yang kuat dari komunitas international terhadap kerangka kerja sama OBOR yang di prakarsai oleh Presiden Xi. Seperti kita ketahui, OBOR merupakan salah satu strategi global Tiongkok di bawah Presiden Xi yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di berbagai kawasan dunia melalui pembangunan infrastruktur darat maupun laut. One Belt One Road mencakup Silk Road Economic Belt, yang menghubungkan Tiongkok dengan Eropa melalui Central Asia, Timur Tengah dan Rusia; serta dan 21st Maritime Silk Road yang menghubungkan Tiongkok dengan Mediterania melalui jalur laut melewati Asia Tenggara, Afrika Timur dan Timur Tengah.
OBOR Iintiative pertama kali dikemukakan oleh Presiden Xi kepada publipublik c international dalam lawatan kenegaraannya di Kazakhstan dan Indonesia padadi tahun 2013. Setelah itu, dalam setiap kunjungan kenegaraannya, Presiden Xi berinisiatif mengajak negara – negara yang dikunjunginya untuk mendukung skema kerja sama dalam kerangka OBOR. Ada beberapa alasan yang dapat menjelaskan hal tersebut, Pertama, Presiden Xi ingin menunjukan kepada komunitas international bahwa Tiongkok memiliki komitmen yang tinggi untuk berkontribusi dalam mendorong kerja sama ekonomi antar kawasan. Kedua, Presiden Xi menyakini bahwa dengan semakin banyaknya negara yang terlibat, maka secara tidak langsung akan memberi dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi dunia. Ketiga, Presiden Xi ingin menunjukan kepemimpinan Tiongkok sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia
Usaha Presiden Xi meyakinkan komunitas internasional untuk berpartisipasi dalam kerangka kerja sama OBOR yang di inisiasi oleh Tiongkok ini cukup berhasil. Sejak ide ini disampaikan sampai dengan saat ini, negara- negara di kawaan Asia, Afrika, Eropa dan Timur Tengah telah menyatakan komitmennya untuk berpartisipasi mendukung prakarsa Tiongkok ini. Berdasarkan data yang telah di publikasi, ada lebih dari 40 negara yang telah menandatangani kesepakatan dengan Tiongkok untuk terlibat dalam proyek ini. Total dana yang telah dikeluarkan sejak tahun 2013 mencapai 3,1 trilyun US dollar. Selain itu, 56 zona kerja sama ekonomi dan perdagangan telah dibangun Tiongkok di 20 negara partisipan yang masuk dalam dalam kerangka kerja sama OBOR.
Tren positif dukungan dari berbagai negara yang ingin bergabung dalam kerangka kerja sama OBOR memiliki konsekuensi tersendiri. Ada kekhawatiran dengan semakin menguatnya pengaruhnya, politik luar negeri Tiongkok diyakini lebih agresif, terutama dalam merespons isu – isu sensitive. Selain itu, ada juga yang khawatir berpandangan bahwa kerja sama dalam kerangka OBOR ini adalah skcenario Tiongkok untuk menciptakan tatanan dunia baru yang mengadopsi prinisip dan nilai – nilai yang dianutnya. Tiongkok juga di prediksi
akan menjadi ancaman bagi kedaulatan ekonomi dan politik dari negara lain dengan kekuatan dan pengaruh yang milikinya. Seolah ingin menjawab kekhawatiran tersebut, dalam pidato pembukaan yang di sampaikan dalam OBOR Summit pada hari minggu 14 Mei lalu, Presiden Xi menekankan beberapa hal penting diantaranya , Pertama, stabilitas keamanan merupakan prioritas utama dari kerja sama dalam kerangka OBOR yang ditawarkan oleh Tiongkok. Kedua, kerja sama di fokuskan untuk menyelesaikan persoalan- – persoalan mendasar yang menghambat pertumbuhan ekonomi yang terjadi di berbagai negara, s. Serta mendorong terwujudnya sistem ekonomi pasar yang lebih terbuka sehingga dapat mendatangkan keuntungan bagi semua pihak, Ketiga, Menekankan mengenai Harmonious co – existence yakni komitmen Tiongkok untuk menghargai prinsip – prinsip non intervensi dalam urusan domestik setiap negara serta keinginan untuk tidak memaksakan sistem yang dianutnya kepada negara lain dalam kerangka kerja sama OBOR
Posisi Indonesia
Sejak terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia, Presiden Jokowi telah menyatakan keinginannya untuk meningkatkan kerja sama dengan Tiongkok dalam kerangka kerjasama OBOR. Tiongkok adalah mitra penting dan strategis bagi Indonesia di kawasan Asia. Selain itu, dalam beberapa kesempatan, Presiden Jokowi selalu menyampaikan kekagumannya terhadap kemajuan yang telah di capai oleh Tiongkok. Terakhir, dalam rapat Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Nasional pada tanggal 26 April 2017, yang dihadiri oleh Gubernur, Bupati, Walikota dan jajaran Menteri, Presiden kembali memuji keberhasilan Tiongkok, khususnya terkait sistem pembayaran non tunai yang mengunakan telepon selular sebagai intrumennya dalam transaksi di masyarakat (Alipay, Wechat). Pemerintah Indonesia juga sangat menyadari, bahwa kerja sama OBOR sangat penting bagi peningkatan kerja sama kedua negara di segala bidang. Kehadiran Presiden Jokowi di tengah- – tengah memanasnya suhu politik di Jakarta pasca pembubaran HTI serta di penjarakannya Ahok, menjadi bukti nyata dukungan Indonesia. Bagi Indonesia, OBOR summit bukanlah sebuah forum silahturahmi antar Kepala Negara/Pemerintahan, tetapi merupakan sebuah forum kerja sama yang akan menghasilkan memberikan hasil nyata bagi kemakmuran bersama. Karenanya, Pemerintah dan rakyat Indonesia meyakini bahwa Tiongkok akan merealisasikan komitmen – komitmen kerja sama yang telah disepakati selama 2 hari penyelenggaraan OBOR Summit di Beijing.
Penutup
One Belt One Road adalah sebuah ide besar Presiden Xi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di berbagai kawasan melalui konektivfitas sentra – sentra ekonomi. OBOR bukanlah proyek yang di kerjakan hanya untuk jangka waktu tertentu, namun untuk jangka panjang. Keberhasilannya menuntut kerja sama dari semua pihak yang terlibat di dalamnya. Kita semua berharap agar kerja sama OBOR dapat menjadi sebuah model baru bagi kerja sama antar kawasan yang mengedepankan prinsip – prinsip kesetaraan, keterbukaan, dan serta penghormatan terhadap kedaulatan sebuah negara, serta mendorong kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan demi terwujudnya kemakmuran bersama. Apakah Tiongkok mampu mewujudkan semua harapan itu ? sejarah yang akan membuktikannya…HAR…
Ditulis oleh Humprey Arnaldo Russel, PhD Candidate, School of International and public affairs, Jilin University, Changchun, People's Republic of China