Aksi penembakan brutal di Las Vegas yang menewaskan puluhan jiwa serta melukai ratusan orang memicu berbagai respons dari para politisi Amerika Serikat (AS).
Kubu Demokrat memperbarui tuntutan undang-undang senjata yang lebih ketat. Di sisi lain, kubu Republik memanjatkan doa dan keprihatinan namun tidak menunjukkan tanda-tanda mendukung undang-undang tersebut.
Ketua DPR AS Paul Ryan yang datang dari Partai Republik dalam pernyataannya mengatakan bahwa seluruh negeri bersatu dalam kegoncangan, ucapan duka cita dan doa kami.
Pemimpin Mayoritas Senat Mitch McConnell, juga seorang Republikan, memimpin doa sesaat setelah aksi paling mematikan tersebut serta mendesak adanya masa berkabung nasional. Tapi kubu Demokrat memilih cara yang berbeda. Senator Elizabeth Warren dalam akun twitternya mengatakan bahwa doa saja tidak cukup. Tidak cukup ketika semakin banyak ibu dan ayah akan menguburkan anak-anak mereka pekan ini, atau kian banyak anak laki-laki dan perempuan yang akan tumbuh tanpa orang tua.
Senator Chris Murphy, yang daerah asalnya yakni Connecticut merupakan lokasi penembakan massal pada tahun 2012 yang menewaskan 20 anak berusia 6 tahun dan enam orang dewasa, menunjukkan sikap lebih terang-terangan. Dia mengimbau bahwa sudah waktunya Kongres untuk bergerak dan melakukan sesuatu.
Murphy berencana akan mengajukan undang-undang pemeriksaan latar belakang baru. Pemimpin kubu Demokrat Nancy Pelosi juga mendesak diloloskannya undang-undang untuk memeriksakan penjualan senjata.
Tragedi Connecticut memicu perundingan serius di Kongres mengenai undang-undang senjata yang lebih ketat, termasuk pemeriksaan latar belakang yang lebih ketat untuk pembeli senjata.
Namun upaya tersebut gagal pada 2013 akibat perlawanan keras dari kelompok senjata, seperti National Rifle Association.
Aksi penembakan massal yang terus-menerus terjadi telah mendorong seruan serupa agar pihak Kongres bertindak untuk undang-undang senjata yang lebih ketat.
Namun yang terlihat selama ini hanyalah perdebatan Partai Republik dan beberapa Demokrat mengenai pelanggaran hak untuk menyandang senjata seperti yang terkandung dalam Amandemen Kedua Konstitusi AS.
Ketika ditanyai mengenai kemungkinan bahwa Presiden Donald Trump sekarang akan mendukung undang-undang senjata yang lebih ketat, juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders mengatakan bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang dapat didiskusikan dalam beberapa hari mendatang.
Sanders mengatakan bahwa yang pasti pemerintah AS tidak akan menginginkan undang-undang yang dibuat akan gagal untuk menghentikan hal-hal semacam ini terjadi.
Dalam wawancara bulan lalu dengan Associated Press mengenai langkah-langkah untuk mengurangi kekerasan senjata, Ryan mengatakan banyak penembakan massal dilakukan oleh orang-orang dengan gangguan jiwa dan oleh karenanya perlu memastikan dana federal untuk mengatasi isu tersebut.
Ryan mengatakan, jika kubu Republik di Kongres akan menyalahi hak Amandemen Kedua, mereka tidak akan melakukan hal itu.
Aksi brutal seorang pria bersenjata di Las Vegas pada Minggu malam (1/10) waktu setempat menjadi potret penembakan paling mematikan dalam sejarah Amerika Serikat (AS). Sedikitnya 59 orang dilaporkan tewas dan 527 orang terluka.
Pihak Senat Demokrat berencana menggelar diskusi pada Senin malam waktu setempat untuk membahas tragedi tersebut dan perlunya pengendalian senjata.
Gedung Putih enggan berkomentar ketika ditanya soal pengendalian senjata menyusul insiden penembakan yang menewaskan 59 dan melukai lebih dari 500 orang di Las Vegas, Nevada.
Juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders, mengatakan, hari ini adalah hari untuk berbelasungkawa bagi para penyintas. Dalam sesi konferensi pers yang dilaporkan CNN pada Senin malam (2/10), Sanders juga tidak menyebut apakah Presiden Donald Trump akan membahas isu tersebut.
Sanders mengatakan bahwa ada waktu dan tempat untuk debat politik, tapi ini saatnya untuk bersatu.