Dalam kasus gugatan Tiongkok terhadap Uni Eropa tersebut, pendekatan 'negara pengganti' merupakan peraturan perdagangan multilateral yang tidak lagi berlaku, sementara itu konsep 'negara tanpa status ekonomi pasar' juga tidak dijumpai dalam peraturan WTO. AS mencampur-aduk pendekatan 'negara pengganti' dengan 'status ekonomi pasar' untuk membingungkan publik, jelas sekali terdapat maksud tersembunyi di baliknya.
Pejabat urusan ekonomi dari Konferensi PBB mengenai Perdagangan Dan Pembangunan, Liang Guoyong menyatakan bahwa kasus tersebut berkaitan dengan kasus pendekatan 'negara pengganti', bukan merupakan masalah 'status ekonomi pasar'. Masalah 'negara pengganti' adalah masalah dalam peraturan perdagangan multilateral, sedangkan masalah 'status ekonomi pasar' dapat dipahami sebagai sebuah masalah hukum dalam negeri. Sebagian negara industri mencampur-aduk dua masalah ini, membantah status ekonomi pasar Tiongkok berdasarkan hukum domestiknya, dan menggunakan pendekatan 'negara pengganti' dalam perdagangan multilateral. Hal ini bertentangan dengan peraturan perdagangan multilateral, juga melanggar komitmen internasionalnya.
Menurut pernyataan jubir Kemlu Tiongkok, konsep 'negara tanpa status ekonomi pasar' yang disebut-sebut itu tidak dijumpai dalam peraturan multilateral WTO, melainkan hanya dapat dijumpai di dalam beberapa negara anggota WTO selama zaman Perang Dingin.
Sejak diberlakukannya kebijakan Reformasi dan Keterbukaan, Tiongkok telah membentuk mekanisme ekonomi pasar sosialisme yang terus disempurnakan, hal ini telah memperoleh pengakuan luas masyarakat internasional. Tindakan negara-negara industri di Eropa dan AS yang membantah status ekonomi pasar Tiongkok merupakan pelanggaran terhadap peraturan perdagangan multilateral.