Analis menunjukkan, keluarnya AS dari kesepakatan nuklir Iran secara sepihak mungkin akan mendatangkan ancaman terhadap diplomasi dan keamanan. Mempertimbangkan hal ini, Trump sekarang berniat untuk merevisi isi kesepakatan tersebut dengan cara memberikan tekanan. Meskipun kesepakatan itu masih dapat dipertahankan untuk sementara waktu, tapi tetap berkemungkinan dihapuskan oleh pihak AS.
Menurut ketentuan terkait, setiap 120 hari, Presiden AS akan memutuskan apakah akan menghapuskan sanksi terhadap Iran berdasarkan kesepakatan nuklir Iran yang dicapai pada tahun 2015. Selain itu, Presiden AS juga akan melaporkan kepada parlemen bahwa apakah Iran melaksanakan komitmennya yang tercantum dalam kesepakatan setiap 90 hari sekali.
Pada Oktober tahun lalu, Trump untuk pertama kalinya menolak mengakui Iran selama ini mematuhi kesepakatan internasional tersebut, dan menyerahkan nasib kesepakatan tersebut kepada parlemen AS. Tindakan ini menciptakan ketidakpastian tentang pelaksanaan kesepakatan tersebut di masa depan. Parlemen AS sibuk membentuk legislasi reformasi pajak, dan mengesampingkan revisi kesepakatan nuklir tersebut. Hingga saat ini, Parlemen AS belum mengeluarkan solusi terhadap masalah itu.
Analis berpendapat, Trump akan memberikan tekanan untuk mendesak berbagai pihak memperbarui isi kesepakatan nuklir Iran. Kalau dia menolak perpanjangan periode pembebasan sanksi, maka berisiko merusak kesepakatan nuklir Iran.
Ini merupakan ketiga kalinya Trump memperpanjang periode pembebasan sanksi terhadap Iran setelah menjabat sebagai presiden AS. Sebelum itu, Gedung Putih bersikap ambigu mengenai apakah akan memperpanjang periode pembebasan sanksi, sehingga masyarakat internasional khawatir AS akan keluar dari kesepakatan nuklir Iran.
Analis juga menunjukkan, kembali diperpanjangnya periode pembebasan sanksi mencerminkan konsesi yang dilakukan pemerintah Trump akibat tekanan nyata.
Meskipun Partai Republik AS menentang keras kesepakatan nuklir Iran, tapi tokoh-tokoh utama dari partai ini, seperti Menteri Pertahanan dan Menteri Luar Negeri AS sama-sama berpendapat bahwa pelaksanaan kesepakatan itu lebih sesuai dengan kepentingan AS, dan lebih baik daripada menghapuskan kesepakatan itu sendiri.
Ada dua unsur yang mengakibatkan kalangan utama Partai Republik mengubah pendirian terhadap kesepakatan nuklir Iran. Pertama, di tengah kesepakatan yang dicapai masyarakat internasional mengenai hasil kesepakatan nuklir Iran, jika AS secara sepihak menghapus kesepakatan itu, maka akan mendatangkan dampak negatif terhadap kredibilitas dan kewibawaan AS di dunia internasional. Kedua, kesepakatan itu dianggap sebagai jalur satu-satunya untuk menyelesaikan masalah nuklir Iran tanpa aksi militer. Kalau kesepakatan itu dihapuskan, AS mungkin akan sekali lagi terlibat dalam krisis nuklir lainnya setelah krisis nuklir Korea Utara.
Sejauh ini, fokus media adalah apakah Trump akan sekali lagi memperpanjang periode pembebasan sanksi. Menurut pernyataan Trump sebelum ini, perpanjangan pembebasan sanksi tergantung pada pembaharuan kesepakatan itu seperti yang diharapkan AS.
Dikarenakan Partai Demokrat AS mempertahankan pendirian untuk mendukung kesepakatan nuklir Iran, maka parlemen AS belum pasti dapat meluluskan revisi kesepakatan tersebut.
Analis menunjukkan, kesepakatan nuklir Iran menfokuskan pembatasan program nuklir Iran, dan sudah mencapai hasil nyata. Pemerintah Trump ingin memperluas pembatasan di luar proyek nuklir, hal ini sudah melanggar tuntutan awal saat penandatanganan kesepakatan tersebut.