Serangkaian langkah proteksionisme perdagangan yang diambil Presiden AS Donald Trump baru-baru ini sempat menimbulkan kehebohan di dunia. Apa motivasi di belakang serangkaian politik perdagangan Trump itu? Apakah akan terjadi perang dagang antara AS dan Tiongkok? Berkenaan ini, wartawan CRI mengadakan wawancara dengan Profesor Institut Politik Paris Bertrand Badie.
Presiden AS Donald Trump baru-baru ini mengambil serangkaian langkah proteksionisme perdagangan, antara lain mengumumkan meningkatkan bea cukai baja dan besi serta produk aluminium yang diimpor AS, setelah itu mengumumkan lagi akan menambah bea cukai terhadap komoditi yang diimpor dari Tiongkok, sementara membatasi investasi Tiongkok di AS. Menurut pendapat Profesor Badie, serangkaian langkah tersebut mempunyai motivasi politiknya.
Ia berpendapat, meski pemerintah Trump terus mengemukakan langkah proteksionisme perdagangan, globalisasi sudah tak terubahkan. Dilihat dari jangka panjang, proteksionisme perdagangan tak saja akan merugikan ekonomi dunia, ekonomi AS sendiri juga akan dirugikan.
Meski proteksionisme perdagangan tidak menguntungkan siapapun, Trump tetap bersikeras menandatangani MoU Presiden yang menyatakan akan mengenakan bea cukai dalam skala besar terhadap komoditi yang diimpor dari Tiongkok berdasarkan hasil penyelidikan 301, sementara membatasi investasi dan merjer perusahaan Tiongkok di AS. Trump menyatakan, skala komoditi Tiongkok yang terlibat akan mencapai 60 miliar dolar Amerika. Setelah ditandatanganinya MoU Trump itu, Kementerian Perdagangan Tiongkok mengumumkan dihentikannya pengurangan daftar produk dan permintaan pendapat publik, sementara berencana meningkatkan pemungutan bea cukai terhadap sejumlah produk yang diimpor dari AS. Ini memungkinkan dunia luar khawatir terhadap akan terjadinya perang dagang antara AS dan Tiongkok, dua ekonomi terbesar di dunia. Berkenaan itu, Bertrand Bardi memperingatkan bahwa unsur politik akan mendatangkan dampak terhadap keputusan ekonomi pemeritnah Trump.