Seminar Hubungan Strategis Tiongkok-ASEAN digelar di Jakarta pada hari Senin (9/4) kemarin. Para pakar dari negara-negara ASEAN yang hadir dalam seminar tersebut telah melakukan pembahasan mengenai berbagai topik antara lain hubungan Tiongkok-ASEAN, dan penyinergiaan inisiatif "Satu Sabuk Satu Jalan" dengan cetak biru Masyarakat ASEAN. Terkait sengketa perdagangan Tiongkok-AS, para peserta seminar sependapat bahwa perang dagang AS diakibatkan oleh pemikiran "hegemonisme", dan mereka yakin Tiongkok berkemampuan menghadapi tantangan tersebut. Keterbukaan dan menang bersama adalah solusi untuk mendorong perkembangan ekonomi dunia dan menyejahterakan rakyat dunia.
Ketua Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI) Fredy Lumban Tobing menyatakan, perang dagang yang dilancarkan secara sepihak oleh AS adalah langkah yang "sembrono" dan "naif". Dikatakan "sembrono" karena AS memandang enteng sikap dan kemampuan Tiongkok untuk melakukan balasan, "naif" karena perdagangan dan ekonomi dunia tengah berada pada era globalisasi, sehingga perang dagang yang ditujukan kepada negara manapun hanya akan mendatangkan kerugian kepada semua pihak, karena tidak ada satu pun negara bisa hidup sendirian di dunia ini.
Direktur Eksekutif ASEAN Study Center FISIP UI Edy Prasetyono menyatakan, perang dagang AS adalah hal yang sudah diduga sebelumnya, ini justru disebabkan oleh "pemikiran hegemoni" AS. Perang dagang yang dilancarkan AS memberikan insipirasi kepada Tiongkok-ASEAN, bahkan seluruh dunia, yakni pertama harus mempertahankan strategi keterbukaan, dan mewujudkan pembangunan melalui kerja sama multi arah; dan kedua, harus terus mendukung dan menyempurnakan kode etik internasional dan sistem terkait, termasuk sistem perdagangan internasional.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UI Evi Fitriani menyatakan, perang dagang yang dilancarkan AS terhadap Tiongkok akan mendatangkan dampak kepada ekspor Indonesia, karena Tiongkok mengimpor bahan baku dari Indonesia, kemudian ekspor kembali ke AS setelah diolah. Apabila ekspor Tiongkok kepada AS menurun, tentu saja akan merugikan kepentingan Indonesia. Baik Tiongkok, ASEAN maupun AS mendapat keuntungan dari globalisasi, sengketa perdagangan harus dipecahkan di bawah kerangka WTO.