Meskipun hutang pemerintah Indonesia kian besar secara pesat, namun perpajakan dan efesiensi pengeluaran diperbaiki. Dengan keadaan yang lancarnya proyek infrakstruktur besar-besaran dan kesejahteraan sosial, operasi keuangan pemerintah Indonesia tetap membaik secara keseluruhan. Kini pemerintah Indonesia tetap mempunyai ruangan kebijakan pengontrolan makro yang lebih besar untuk mencegah resiko ekonomi dari dunia luar, jadi mempunyai keyakinan penuh terhadap keadaan kecenderungan perkembangan ekonomi secara mantap.
Untuk meredakan resiko ekonomi dari dunia luar khususnya tekanan pengaturan kebijakan mata uang AS terhadap kestabilan moneter Indonesia, Bank Indonesia belakangan ini mengumumkan penaikan suku bunga acuan, 7 days reverse repo rate sampai 4,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25 persen.
Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan, perkiraan BI akan pertumbuhan ekonomi yakni 5,5% tidak berubah, kebijakan mata uang dalam jangka pendek tetap dipertahankan.
Agus menambahkan, BI juga melanjutkan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai kondisi fundamentalnya dengan tetap mendorong bekerjanya mekanisme pasar. Kebijakan tersebut ditopang oleh pelaksanaan operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas di pasar valas maupun pasar uang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, meskipun hutang pemerintah Indonesia kian besar secara pesat, namun perpajakan dan efesiensi pengeluaran diperbaiki. Dengan keadaan yang lancarnya proyek infrakstruktur besar-besaran dan kesejahteraan sosial, operasi keuangan pemerintah Indonesia tetap membaik secara keseluruhan. Sampai April lalu, deficit keuangan Indonesia Rp. 55,1 triliun, merupakan 0,37% saja dalam PDB, lebih rendah daripada periode tahun lalu, jadi dirinya yakin deficit keuangan tahun ini dapat dikontrol pada sekitar 2%, ini bahkan lebih rendah daripada 2,19% yang ditetap dalam anggaran belanja pemerintah 2018.