Universitas Paramadina didirikan pada tahun 1998. Salah satu pendiri utamanya adalah almarhum Nurcholish Madjid, seorang tokoh Islam yang mengedepankan prinsip kemanusiaan dan pluralisme dalam ajaran Islam. Lambang universitas Paramadina adalah tulisan kaligrafi yang artinya "Allah menurunkan kepadamu Kitab dan Hikmah, dan mengajarkanmu sesuatu yang belum kamu tahu." Lambang ini bercerita tentang harapan akan insan terdidik Muslim yang menjiwai etika keislaman dan memiliki keahlian yang diperlukan bangsa Indonesia sekarang, yaitu kompetensi riset, kewirausahaan, dan mampu menjawab tantangan dunia profesi.
"Kami berharap menciptakan manusia Indonesia yang berpandangan terbuka dan tidak lagi terkungkung oleh paradigma-paradigma yang kaku," demikian papar Peni Hanggraini, kepala jurusan Hubungan Internasional Universitas Paramadina. Menurutnya, sebagai universitas pertama yang berdiri setelah era reformasi, maka Universitas Paramadina ingin mempersiapkan generasi baru yang berwawasan luas.
Agar para mahasiswanya mengenal Tiongkok tidak hanya dari kegiatan kuliah dan buku-buku, maka Universitas Paramadina menyelenggarakan kunjungan studi ke Tiongkok selama seminggu untuk mengunjungi berbagai tempat di Beijing dan Shanghai serta berdiskusi dengan beberapa institusi di Tiongkok. Salah satu dari program kunjungan Universitas Paramadina adalah kantor China Radio International.
Kunjungan yang singkat dan padat ini ternyata memberikan kesan mendalam kepada para mahasiswa yang mengikuti program ini. Alfon Mehdigan, salah satu mahasiswa yang berpartisipasi dalam kunjungan kali ini menyatakan bahwa kini wawasannya tentang komunisme telah bertambah. Hal-hal buruk yang ia ketahui tentang komunisme sebelumnya ternyata tidak semua benar. Ia mengatakan bahwa ternyata komunisme bisa juga diterapkan dan mampu mendorong kemajuan sebuah negara dengan jumlah penduduk banyak seperti di Tiongkok.
Lilies Liestari Wahyuni, salah seorang peserta kunjungan kali ini menyatakan bahwa ia dulunya tidak punya minat untuk melanjutkan studi pasca sarjana di Tiongkok. Kini setelah melihat sendiri kemajuan Tiongkok, ia jadi ingin melanjutkan pendidikan di Tiongkok.
"Sambil menapaki tembok China, saya merasakan sendiri kerja keras rakyat China dalam membangun tembok ini, demikian juga lapangan Tiananmen dan tempat-tempat bersejarah lain," demikian tutur Peni Hanggraini yang menutup bincang-bincangnya dengan CRI.