Salah satunya adalah adanya fly over yang diperuntukkan untuk bus umum. Bus umum yang dimaksud mungkin seperti busway yang ada di Jakarta. Saya jadi berfikir, andai saja sistem seperti di Xiamen tersebut juga diterapkan dalam operasional busway di Jakarta, bisa jadi berbagai persoalan yang muncul seiring pengoperasian busway di Jakarta tidak terjadi.
Tidak lagi muncul gerutuan dari pengguna jalan selain busway yang merasa dianaktirikan. Mereka menilai keberadaan busway dengan jalur khusus yang tidak boleh digunakan kendaraan lain, justru menambah kemacetan. Wajar jika kemudian, banyak pengendara lain yang sengaja melanggara pembatas jalur dan masuk menggunakan jalur busway.
Kalau busway di Jakarta disediakan jalur fly over seperti yang ada di Xiamen, sangat mungkin kemacetan di Jakarta bisa sedikit dikurangi. Petugas juga dengan mudah mencegat pengendara lain yang akan masuk jalur busway.
Perubahan lain yang saya temukan di Xiamen dibanding saat kunjungan saya yang pertama adalah adanya jembatan baru yang disebut Jembatan Ji Mei. Jembatan sepanjang lima kilometer tersebut menghubungan Pulau Xiamen ke daratan yang menyatu dengan Tiongkok Daratan.
Jembatan tersebut selesai dibangun lima tahun lalu. Yang luar biasa, pembangunannya hanya membutuhkan waktu 18 bulan. Sungguh prestasi yang patut dicatat dalam guinnes book of record. Membangun jembatan sepanjang lima kilometer yang melintas di atas laut, hanya membutuhkan waktu tidak sampai dua tahun.
Jadi kembali membandingkan pembangunan di Jakarta. Pembangunan fly over di daerah Kuningan sudah berlangsung tiga tahun, namun belum juga selesai. Bahkan kini terkesan mandeg.(*)
Oleh: Rukin Firda,
Wartawan Jawa Pos, yang sedang berkunjung ke Xiamen.