Elshinta - Newsroom, China dan Rusia sama-sama menentang campur tangan asing di Suriah. Kedua negara juga menolak pergantian rezim di Damaskus secara paksa.
Hal ini ditegaskan juru bicara Kementerian Luar China, Liu Weimin, bersamaan dengan kedatangan Presiden Rusia Vladimir Putin di Beijing, hari Selasa (5/6).
Putin berada di China untuk menghadiri pertemuan tingkat tinggi Organisasi Kerja Sama Shanghai. Beberapa negara bekas Uni Soviet di Asia Tengah ikut juga hadir.
"Kedua negara menentang intervensi asing di Suriah. Kami meyakini bahwa persoalan Suriah harus diselesaikan melalui dialog politik dengan melibatkan semua pihak di negara tersebut," kata Liu dalam keterangan pers kepada para wartawan di Beijing.
"Mekanisme penyelesaikan seperti ini sangat penting bagi rakyat Suriah," tambah Liu.
Prakarsa Annan
China dan Rusia, keduanya anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB, memveto kecaman dan seruan Barat yang mendesak pencopotan Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Rancangan resolusi DK yang memuat sanksi bagi pemerintah Presiden Assad juga ditentang China dan Rusia.
PBB mengatakan tentara pemerintah Suriah telah menewaskan 10.000 orang sejak konflik pecah Maret tahun lalu.
Rusia dan China mengatakan mereka tidak ingin melihat ada kehadiran militer asing di Suriah. Menurut Beijing dan Moskow, prakarsa utusan internasional Kofi Annan adalah cara terbaik untuk mengakhiri krisis Suriah saat ini.
Sebelumnya utusan China di DK, Li Baodong, menggambarkan Suriah sebagai salah satu masalah yang paling mendesak untuk diselesaikan dewasa ini.
Dalam perkembangan terkait, pemberontak Suriah mengatakan mereka tidak lagi terikat dengan kesepakatan gencatan PBB karena mereka menilai Assad gagal mentaati gencatan senjata tersebut.
Pemberontak mengatakan mereka hanya akan menyerang tentara pemerintah untuk melindungi warga. (sik/BBC)