XINHUA: Kementerian Keamanan Umum Tiongkok dalam jumpa pers kemarin (8/1) mengungkapkan, sejak bulan Juli hingga akhir Desember tahun lalu, dalam aksi khusus "Liehu 2014" selama setengah tahun telah menangkap 680 pelaku pidana kejahatan ekonomi yang melarikan diri dari 69 negara dan daerah. 290 orang diantaranya ditangkap dan 390 lainnya menyerahkan diri.
Asisten Menteri Keamanan Umum Meng Qinfeng mengatakan, aksi khusus telah mencapai hasil nyata dan jumlah penangkapan pidana di luar negeri juga mencapai taraf yang belum ada sebelumnya. Pekerjaan dasar penangkapan pidana di luar negeri menjadi lebih kokoh.
Misalnya, Provinsi Henan Tiongkok Bagian Tengah dalam aksi kali ini menetapkan 32 terpidana yang melarikan diri ke luar negeri. Sejauh ini, Provinsi Henan total telah berhasil menangkap 16 terpidana kejahatan ekonomi di negeri-negeri asing, antara lain AS, Kanada, Filipina dan Kolombia.
Profesor Institut Administrasi Negara Xiu Yaotong mengatakan, Tiongkok melancarkan aksi penangkapan pidana besar-besaran di luar negeri. Selain telah menanggapi tuntutan rakyat, juga telah menggertak para koruptor. Di satu pihak, sejumlah pejabat korup yang kabur dengan membawa uang gelap tidak lagi memiliki tempat persembunyian; di pihak lain, tidak sedikit petunjuk yang diperoleh dan telah mencapai penerobosan pekerjaan anti-korupsi.
Kejahatan ekonomi berhubungan erat dengan korupsi. Hal ini dapat diketahui dari sejumlah pejabat yang ditangkap dalam aksi kali ini. Sanak keluarga mereka pindah ke luar negeri, pemindahan harta ilegal disusul kemudian pejabat yang melarikan diri selalu merupakan tiga tahap keluarnya aset dari Tiongkok.
Gejala pejabat Tiongkok yang melarikan diri karena kasus kejahatan ekonomi mulai muncul pada akhir tahun 1980-an. Dalam jangka panjang, pejabat-pejabat yang melakukan tindak ilegal di dalam negeri begitu berhasil melarikan diri ke luar negeri berarti dirinya telah aman dari jeratan hukum di Tiongkok sehingga hasil anti-korupsi sangat minim. Kerap terjadinya pejabat korup yang kabur ke luar negeri dengan membawa uang gelap tidak saja mengakibatkan mengalirnya dana dalam jumlah besar, namun juga merugikan kewibawaan hukum Tiongkok dan citra pemerintah.
Tiongkok pada tahun 1984 ikut serta dalam Organisasi Interpol dan mulai meningkatkan kerja sama internasional di bidang penangkapan tersangka kejahatan korupsi di luar negeri. Tiongkok pada tahun 2003 dan 2005 meratifikasi bergabungnya dalam Konvensi PBB untuk Memberantas Kejahatan Terorganisasi Transnasional dan Konvensi Anti-korupsi PBB.
Deklarasi Anti-Korupsi Beijing dalam pertemuan APEC Beijing tahun lalu menjadi implementasi anti-korupsi internasional pertama yang dirancang di bawah pimpinan Tiongkok. Negara-negara yang belum menandatangani perjanjian ekstradisi dengan Tiongkok seperti AS, Australia dan Kanada juga telah ikut serta dalam penandatangan perjanjian tersebut sehingga intensitas pemerangan kejahatan korupsi transnasional Tiongkok ditingkatkan lebih lanjut.
Terhitung sampai November 2014, Tiongkok total telah menandatangani 39 perjanjian ekstradisi dan 52 perjanjian bantuan kehakiman pidana dengan negara-negara asing. Tiongkok juga telah membentuk mekanisme kerja sama kehakiman dan penegakan hukum dengan AS dan Kanada sehingga telah dibentuk pada tahap pertama jaringan kerja sama internasional untuk menangkap pidana kejahatan ekonomi dan mematahkan jalan kabur kaum koruptor.