Saya benar-benar terkejut. Bangku yang saya duduki tiba-tiba bergetar hebat. Tanah seakan bergerak dan atap seakan mau rubuh.
Bukan hanya saya. Ribuan penonton lain yang memenuhi Romance Park juga mengalami hal yang sama. Kami seakan-akan dibawa ke dalam suasana gempa, seperti yang diperankan para pemain opera dalam judul Boundless Love. Cerita ini mengisahkan kondisi gempa bumi di Sichuan pada 12 Mei 2008.
Dalam gempa berkekuatan 7,9 skala richter itu hampit 80 ribu orang tewas, ratusan ribu orang luka, dan banyak yang tidak ditemukan. Ini adalah gempa terparah di Cina sejak di Tangshan pada 1976, yang menewaskan lebih dari 242 ribu orang.
Dalam opera tersebut digambarkan bagaimana tentara, relawan, dan tenaga medis bergerak cepat. Mereka bahu membahu mencari dan mengevakuasi korban. Namun kondisi infrastruktur jalan yang hancur, membuat mereka kesulitan menemukan semua korban.
Opera ditampilkan dengan luar biasa. Hampir sepanjang pertunjukan selalu muncul kejutan. Mulai dari latar belakang panggung, pencahayaan, musik, maupun efek sinar laser yang mengagumkan. Belum lagi air hujan yang turun di tengah penonton, sehingga membuat saya kebasahan.
Di akhir opera, para penonton spontan berdiri. Kami bersama-sama mendoakan para korban gempa. Sebagai penganut agama Islam, saya pun ikut berdoa membacakan surat Alfatihah untuk para korban.
Negara saya pun pernah berduka ketika tsunami menghancurkan Aceh. Saat itu lebih dari 200 ribu orang meninggal dunia. Oleh karena itu saya bisa merasakan duka masyarakat Cina saat mengingat gempa tersebut.
Yang lebih mengejutkan lagi, saya ternyata menonton opera persis di tanggal saat gempa menghancurkan Sichuan, 12 Mei 9 tahun silam.
Duka saya untuk seluruh korban, keluarga korban, dan masyarakat Cina semuanya. Doa saya untuk kalian semua.
Ulfan Rahmad, SCTV