Tiongkok sebagai negara kesatuan multi etnis, sebagian besar masyarakat penduduk etnis minoritas mempunyai kepercayaan agama. Berdasarkan ketentuan Undang Undang Dasar tentang kebebasan warga negara memiliki kepercayaan agama, pemerintah Tiongkok telah menyusun kebijakan-kebijakan konkret untuk menghormati dan melindungi kebebasan etnis minoritas menganut kepercayaan agama, serta menjamin semua kegiatan agama normat warga negara etnis minoritas.
Di Tiongkok, jumlah penduduk yang menganut agama tercatat 100 juta orang, jumlah tempat kegiatan agama mencapai 85 juta dan jumlah organisasi agama sebanyak 3.000. Partai Komunis Tiongkok (PKT) sebagai partai berkuasa tidak menganut sesuatu agama, namun PKT selalu menghormati kebebasan beragama.
Feng Jinyuan, periset Akademi Ilmu Sosial Tiongkok yang sudah 30 tahun mempelajari masalah agama di Tiongkok mengatakan:"Sejak berdiri pada tahun 1921, PKT melaksanakan kebijakan kebebasan kepercayaan agama. Demikian pula mereka bertindak dalam 60 tahun sejak berdirinya Republik Rakyat Tiongkok. PKT konsisten dan tulus dalam menjalankan kebijakan tersebut."
Dikatakan oleh Feng Jinyuan, kebebasan warga negara Tiongkok untuk menganut agama dilindungi Undang Undang Dasar, dan Tiongkok membuat ketentuan khusus mengenai kebebasan penduduk etnis minoritas untuk menganut agama. Dikatakannya:"Mengenai perlindungan atas hak kebebasan etnis minoritas untuk menganut agama, Undang Undang Otonomi Daerah Etnis Republik Rakyat Tiongkok menetapkan bahwa instansi otonom daerah otonom etnis menjamin kebebasan warga negara berbagai etnis untuk menganut agama. Misalnya, perlindungan dan penghormatan atas agama Buddha aliran Tibet."
Tibet adalah sebuah daerah otonom etnis di Tiongkok. Kebanyakan penduduk etnis Tibet menganut agama Buddha aliran Tibet. Mereka boleh melakukan kegiatan agama sesuai dengan keinginannya. Jumlah penduduk etnis Tibet yang berziarah ke Lasa, ibukota Tibet setiap tahun mencapai satu juta orang lebih. Untuk melindungi kebudayaan tradisional dan kepercayaan agama di Tibet, pemerintah pusat setiap tahun mengalokasi dana khusus untuk memperbaiki dan merawat Istana Potala, Kuil Jokhang dan kuil-kuil lainnya, menyusun dan menerbitkan karya-karya klasik agama dalam bahasa Tibet seperti Tripitaka dan lain-lain. Wakil Ketua Komite Tetap Kongres Rakyat Daerah Otonom Tibet, Buddha Hidup agama Buddha Tibet sekte Gegyu, Shinza Tenzin Choeta, dalam kunjungannya di Amerika Serikat baru-baru ini menyatakan bahwa warga Tibet memiliki kebebasan penuh untuk menganut agama. Dikatakannya: "Di Tibet terdapat lebih 1.700 kuil, rata-rata satu untuk setiap 1.600 penduduk, dan jumlah biksu dan biku di biara mencapai lebih 46.000 orang."
Selain agama Buddha aliran Tibet, di Tiongkok terdapat pula banyak umat Muslim yang jumlahnya sekitar 22 juta orang. 10 dari 56 etnis di Tiongkok menganut agama Islam. Di Daerah Otonom Uygur Xinjiang yang penduduk Muslimnya relatif memusat, terdapat lebih 24.000 masjid, rata-rata sebuah masjid bagi 400 penduduk. Angka ini lebih banyak dan lebih padat daripada jumlah masjid di sejumlah negara Islam.
Selain itu, pemerintah Tiongkok juga sangat menghormati kebiasaan makan dan upacara perkabungan etnis minoritas yang menganut agama Islam. Untuk itu telah dirumuskan undang-undang dan peraturan tentang produksi makanan Islam dan pengadaan makam Muslim. Pada tahun-tahun belakangan ini, instansi peradilan di Tiongkok telah menangani perkara-perkara tentang terbitan yang melukai perasaan agama kaum Muslim. Dengan demikian telah melindungi hak dan kepentingan umat Muslim.
Ketua Persatuan Islam Tiongkok, Haji Chen Guangyuan menyatakan, sebagai seorang imam, ia merasa gembira dengan kemajuan usaha etnis dan agama di negeri ini. Dikatakannya:"Dari pengalaman selama setengah abad menjadi imam, saya sendiri merasakan bahwa kebijakan Tiongkok mengenai etnis dan agama adalah tepat. Khususnya dalam waktu 30 tahun sejak reformasi dan keterbukaan terhadap dunia luar, kebijakan itu semakin baik pelaksanaannya di berbagai bidang. Perbaikan masjid, pengasuhan tenaga agama dan penerbitan kitab-kitab Islam dilakukan dengan sangat baik. Saya sebagai imam merasa sangat puas."
Pemerintah Tiongkok bulan April lalu untuk pertama kali mempublikasikan Rencana Aksi HAM Negara (2009-2010). Dalam rencana aksi itu dikatakan, Tiongkok akan terus berpegang pada undang-undang melindungi kegiatan agama yang normal, memelihara hak dan kepentingan sah organisasi agama, tempat kegiatan agama dan warga negara penganut agama, menghormati tradisi kepercayaan etnis minoritas, dan melindungi warisan agama dan budaya etnis minoritas, menyediakan dana untuk merawat dan memperbaiki kuil dan sarana agama yang memiliki nilai sejarah dan budaya penting di daerah etnis minoritas.