Upacara peresminan even "Xinjiang di Lensa Saya"-liputan pewarta foto Muslim ke Xinjiang diselenggarakan di Urumqi pagi hari ini (15/9), dengan dihadiri Wakil Presiden China Radio International (CRI), Wang Dongmei, Direktur Kantor Penerangan Daerah Otonom Xinjiang Uygur, Hou Hanmin, pewarta foto asing dan wartawan-wartawan lainnya.
Wakil Presiden China Radio International Wang Dongmei dalam sambutannya, mengatakan bahwa acara yang dikemas dalam "Xinjiang dari Lensa Saya" ini, diharapkan secara menyeluruh melaporkan keadaan Xinjiang yang sebenarnya kepada seluruh dunia.
Sementara, Direktur Kantor Penerangan Provinsi Xinjiang Hou Hanmin mengucapkan terimakasih dengan kedatangan para pewarta foto dari beberapa negara muslim di dunia. Dia berharap, para pewarta foto dapat menikmati sumber daya pariwisata yang kaya di Xinjiang, adat istiadat suku yang kental, menyaksikan perkembangan ekonomi dan social di Xinjiang, dengan foto-foto yang diambil sendiri melaporkan keadaan Xinjiang yang sebenarnya kepada seluruh dunia.
Saya bersama pewarta foto dari sepuluh negara muslim di dunia tiba sejak kemarin, Rabu 14 September.
Rombongan kami, yang berjumlah 17 orang tiba di salah satu provinsi di Negara China yang memiliki keindahan alam yang berbeda dibanding belahan bumi lainnya. Sebelum pesawat mendarat di Bandara Urumqi, para penumpang telah disuguhi pemandangan indah, berupa gunung yang puncaknya dibalut salju, danau, dan perbukitan.
Hawa pegunungan langsung menyergap ketika kami turun dari pesawat. Matahari yang terik, terhapus oleh angin pegunungan yang sejuk. Saudara pendengar, yang menjadi pengalaman pertama dalam hidup saya ketika tiba di Xinjiang adalah sinar matahari yang masih hanga. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam.
Sementara aktifitas warganya terlihat dinamis. Bus dalam kota yang bersih dan tertata, lalu lalang di sepanjang jalan utama. Penumpangnya penuh sampai pukul 10 malam. Meski ramai, jalanan di Kota Xinjiang tak terlihat hiruk pikuk penuh kemacetan seperti di ibu kota Jakarta.
Kenyamanan kota didukung oleh keramahan warganya. Mereka tak segan menyapa atau hanya melempar senyum saja. Namun ada pula yang malu-malu ketika kami foto. Sementara orang tua membiarkan anak mereka bercakap-cakap dengan kami, atau sekedar mengambil foto.
Warga Xinjian menjadi terasa akrab bagi saya dan mungkin orang Indonesia yang pernah berkunjung. Karena banyak perempuannya yang memakai jilbab atau kerudung. Sementara, kaum prianya mengenakan penutup kepala semacam kopiah. Pakaiannya didominasi warna-warna cerah yang menambah keramahtamahan mereka. Ketika kita sebut Indonesia, mereka langsung tersenyum. Namun ada pula yang mulutnya terbuka, mungkin tak mengenal Negara Indonesia.
Kenyamanan kota ternyata tak hanya di siang hari saja. Namun, pukul 10 malam, banyak warga yang melakukan aktifitas di lapangan dan taman. Luasnya sekitar 10 hektare. Terlihat ratusan orang tua melakukan senam bersama. Sedang, puluhan pasangan kakek-kakek dan nenek-nenek terlihat berdansa bersama dengan diiringi music. Anak mudanya tak kalah aktif, dengan music yang keluar dari iPhone dibantu pengeras suara, mereka menari hip-hop di sudut lain di lapangan itu. Sedang belasan anak usia rata-rata 10 tahun belajar sepatu roda.