"Tidak menentu" adalah kata yang tepat untuk melukiskan situasi semenanjung Korea pada tahun 2012. Pada tahun 2012, Kim Jong-un memegang kekuasaan sebagai pemimpin tertinggi Korea Utara (Korut). Setelah itu, Korut dua kali meluncurkan satelit sehingga situasi Semenanjung Korea kembali tegang. Sedangkan Park Geun-hye menang dalam pemilihan Korea Selatan (Korsel) dengan keunggulan tipis. Masyarakat pun mulai memprediksi bagaimana presiden wanita perdana Korea ini mengatur kembali kebijakan terhadap Pyongyang.
Meninggalnya pemimpin tertinggi Korut Kim Jong-Il dan naiknya Kim Jong-un sebagai pemimpin tertinggi adalah peristiwa yang penting pada tahun 2012. Setelah Kim Jong-un berkuasa, Korut berupaya keras mengembangkan bidang antariksa. Pada 13 April dan 12 Desember 2012, Korut dua kali meluncurkan roket dengan tidak memedulikan protes masyarakat internasional. Wakil peneliti Pusat Riset Korea Akademi Sosial dan Ilmu Tiongkok Pu Guanghai berpendapat bahwa Kim Jong-un ingin menegakkan kewenangan dan menyampaikan ide politiknya sebagai pemimpin yunior.
Dalam hubungan dengan Korsel, Kim Jong-un mewarisi kebijakan keras. Tidak lama setelah meninggalnya Kim Jong-il, Komisi Pertahanan Korut mengatakan bahwa Korut akan tidak berkontak dengan pemerintahan Lee Myung-bak.
Sedangkan di Korsel, Park Geun-hye dipilih sebagai presiden baru. Sikap apa yang akan diambil presiden baru ini terhadap Korut? Park Geun-hye pernah mengatakan:
"Keamanan negara Korsel harus diperkuat, Korut hendaknya menyadari bahwa mereka akan membayar mahal kalau berani melakukan provokasi. Hanya dengan kekuatan senjata dan jaminan diplomatik, Korsel baru akan mendapat perdamaian sesungguhnya."
Sikap ini dianggap sebagai penerusan atas kebijakan keras pemerintahan Lee Myung-bak terhadap Korut. Akan tetapi, kebijakan ini telah dinilai tidak efektif. Pakar Korsel berpendapat bahwa Presiden Park Geun-hye akan mengatur kembali kebijakan terhadap Korut. Profesor Liang Seong Hioen dari Universitas Yonsei Korsel mengatakan:
"Perbaikan hubungan antara Korsel dan Korut perlu kepercayaan dua arah. Misalnya dengan kegiatan reuni bagi keluarga yang terpisah, serta kegiatan komunikasi antara Korsel dan Korut untuk memperbaiki hubungan. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Lee Myung-bak tidak membantu perbaikan hubungan kedua pihak. Lima tahun lalu adalah masa terburuk dalam hubungan antara Korsel dan Korut. Oleh karena itu sikap saling percaya adalah unsur kunci. Park Geun-hye kiranya akan mengatur kembali kebijakan terhadap Korut."
Situasi Semenanjung Korea tidak saja mempengaruhi kedua Korea, tetapi juga berkaitan dengan perdamaian, kestabilan, dan perkembangan Asia Timur. Menanggapi masalah ini, pemerintah Tiongkok selalu berpendapat untuk menyelesaikan masalah ini melalui dialog, sehingga Tiongkok akan memberikan upaya semaksimal mungkin. Dalam peristiwa peluncuran satelit oleh Korut, Tiongkok selalu berkontak dengan Korut, Rusia, AS, Korsel, dan Jepang agar semua pihak menahan diri untuk mencegah menegangnya situasi. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Hua Chunying menegaskan berulang kali bahwa perdamaian dan kestabilan di Semenanjung Korea sesuai dengan kepentingan berbagai pihak.
Masalah situasi Semenanjung Korea sangat sensitif dan rumit. Pemeliharaan perdamaian di Semenanjung Korea adalah tanggung jawab Tiongkok, namun bukanlah tanggung jawab tunggal Tiongkok. Berbagai pihak hendaknya bersama berupaya agar pembicaraan enam pihak mengenai masalah nuklir Korut dapat sesegera mungkin dipulihkan. Aksi sepihak apa pun tidak akan membantu penyelesaian masalah Semenanjung Korea, malah mempersulit masalah. Bagaimana situasi Semenanjung Korea berkembang pada tahun 2013 masih belum menentu. Yang terpenting adalah upaya tulus dari semua pihak.