77 tahun yang lalu, militerisme Jepang terang-terangan mengadakan pengeboman terhadap Kota Wanping dan menimbulkan Peristiwa 7 Juli yang menggemparkan dunia. Ini menandakan dimulainya perang agresi Jepang terhadap Tiongkok dan juga perang segenap bangsa Tionghoa untuk melawan agresi Jepang di seluruh negeri Tiongkok. Peristiwa historik itu sejauh ini sudah berlalu selama 77 tahun, tapi di dalam negeri Jepang masih terdapat pengertian yang keliru bahkan opini absurd mengenai penyebab dan sifat peristiwa itu, khususnya maksud pemerintah Abe yang ingin menurunkan pandangan sejarah yang keliru kepada generasi mendatang. Hal ini mengundang kewaspadaan tinggi publik.
Mengenai Peristiwa 7 Juli, laporan penelitian sejarah bersama yang diumumkan tahun 2010 pernah menyinggungnya. Dibandingkan dengan beberapa argumentasi kalangan keilmuan Jepang yang lain, pandangan sarjana pihak Jepang dalam laporan itu adalah yang paling "netral".
Penjelasan singkat laporan mengenai Peristiwa 7 Juli sebagai berikut: pertempuran paling awal adalah peristiwa kebetulan dan pasukan yang berkonfrontasi pada awalnya mencapai persetujuan gencatan senjata, tapi tentara Shina dan tentara Guandong menganggapnya sebagai peluang baik dan siap menjatuhkan pemerintah nasional dan kemudian menduduki seluruh Tiongkok Utara.
Penelitian ahli sejarah Jepang mengenai Peristiwa 7 Juli lebih banyak berkisar pada siapa dari tentara Tiongkok dan Jepang melepaskan tembakan pertama, dan kenapa perang kemudian dapat diperluas dengan cepat. Hal ini justru sangat sedikit menyinggung latar belakang taktik perang terhadap Tiongkok sejak Peristiwa 18 September.
Para oknum sayap kanan Jepang dengan sewenang-wenangnya memutar-balikkan fakta sejarah. Mereka merekayasa dan menyebar-luaskan berbagai opini intrik yang bertolak dari pandangan sejarah perang Asia Timur Besar, dan mencoba menyerahkan tanggung jawab terjadinya Peristwa 7 Juli dan meletusnya perang menyeluruh Jepang terhadap Tiongkok kepada pihak Tiongkok.
Sebagai tonjolan dari kekacauan pengertian sejarah masyarakat Jepang, buku pelajaran sekolah Jepang selalu sedikit menceritakan peristiwa itu atau menerima pandangan sayap kanan dan menyerahkan tanggung jawab peristiwa itu kepada pihak Tiongkok.
Mengingat pandangan absurd kaum sayap kanan Jepang terhadap Peristiwa 7 Juli. Sarjana sejarah Jepang Yoshinori Yoshioka dalam Buku Dari Perang Dinasti Qing Hingga Peristiwa Jembatan Lugou dengan tajam menunjukkan, inti dari Peristiwa Jembatan Lugou atau Peristiwa 7 Juli itu bukan siapa yang melepaskan tembakan pertama, melainkan provokasi terus tentara Jepang sebelumnya yang terus menambah tentara dan mengadakan latihan militer pada malam hari di dekat Jembatan Lugou tanpa menghiraukan protes pihak Tiongkok. Ia juga menunjukkan bahwa Protokol Peristiwa Beiqing yakni Perjanjian Xinchou sebagai dasar penempatan tentara Jepang di Beijing itu sendiri adalah hasil intervensi imperialisme yang tidak adil terhadap Tiongkok.