Konferensi Tingkat Tinggi Informal APEC 2014 akan diadakan di Beijing, Tiongkok pada 11 November mendatang. Pertemuan ini merupakan agenda internasional Presiden RI, Joko Widodo yang pertama semenjak menduduki jabatan, sekaligus menjadikan Tiongkok negara pertama yang dikunjungi Jokowi setelah pelantikannya pada 20 Oktober lalu.
Kawasan Asia Pasifik yang kian dinamis dan berkembang tidak bisa terlepas dari peran-peran negara besar di kawasan itu, seperti Tiongkok dan Indonesia. Tidak diragukan, KTT Informal APEC punya pengaruh besar dalam pengembangan ekonomi kawasan dan penentu pergerakan ekonomi dunia. Oleh karena itu, Duta Besar RI untuk RRT, Sugeng Rahardjo menilai tema APEC yang diusung kali ini, yaitu "Bersama Membangun Kemitraan Asia Pasifik yang Berorientasi Ke Masa Depan" merupakan pilihan yang tepat.
"Abad ke-21 itu ditandai oleh abad pertumbuhan di Asia dan adanya pergeseran pertumbuhan dari Eropa dan Amerika ke Asia Pasifik dengan Tiongkok sebagai motornya untuk mendorong pertumbuhan positif di dunia dan saat ini perekonomian dunia sangat tergantung pada kawasan Asia Pasifik."
Menurut Sugeng, dalam hal pendorongan kerja sama ekonomi di kawasan Asia Pasifik, APEC merupakan forum dialog dan kerja sama yang akan sangat bermanfaat apabila setiap anggota benar-benar melaksanakan hasil-hasil yang disepakati dalam KTT APEC, khususnya di bidang perdagangan, investasi, jasa, dsb.
"Yang harus dilakukan adalah semua kesepakatan yang telah dibahas di APEC harus dapat dilaksanakan oleh anggota masing-masing. Dengan demikian, para anggota itu dapat memiliki baik itu kwalitas, daya saing, persis seperti yang dihasilkan dalam pertemuan APEC. "
Dalam pidato pelantikannya, Presiden Jokowi menjanjikan pembangunan jalan tol laut dan pengembangan usaha maritim di Indonesia. Di pihak lain, Presiden Xi Jinping sejak tahun lalu telah mengajukan gagasan pembangunan Jalan Sutra Laut abad-21 saat berkunjung ke Indonesia. Dapat dilihat, konektivitas antar wilayah menjadi visi penting kedua pemimpin negara ini. Sugeng berpendapat, kedua gagasan ini pada dasarnya dapat saling mengisi. Selain itu, Indonesia juga dapat belajar mengembangkan pelabuhan laut dalam seperti yang telah dilakukan Tiongkok di beberapa kota pelabuhannya.
"Yang bisa dilakukan secara riil antara Indonesia dan Tiongkok adalah bagaimana kita belajar dari Tiongkok untuk mengembangkan pelabuhan laut dalam seperti yang ada di Tianjin, Hong Kong dan Xiamen. Kita juga mengundang investor Tiongkok mengembangkan pelabuhan laut dalam di Indonesia."
Sekalipun hubungan RI-RRT di berbagai bidang berkembang pesat beberapa tahun ini, Sugeng masih berharap ke depannya, kemajuan perdagangan yang dilakukan dapat pula memberikan peluang dan turut dinikmati masyarakat golongan bawah, tidak saja oleh golongan pengusaha. Untuk itu, ia berharap investor Tiongkok dapat membangun smelter di Indonesia untuk mengolah barang mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi, dimana pada akhirnya akan dapat lebih mengintensifkan perdagangan dan menyeimbangkan neraca perdagangan antara RI-RRT.
"Investor Tiongkok dapat menginvestasikan modalnya di Indonesia untuk membangun smelter. Dengan demikian, dapat mengolah mineral di Indonesia menjadi produk jadi atau setengah jadi, yang nantinya dapat digunakan untuk industri dari Tiongkok. Ini juga akan meningkatkan lagi perdagangan kita dengan Tiongkok dan dapat secara jangka pendek menyelesaikan defisit neraca perdagangan"