Melalui perundingan 5 tahun, akhirnya AS dan 11 negara Asia Pasifik termasuk Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Vietnam telah mencapai kesepakatan perdagangan bebas Kemitraan Trans-Pasifik (TPP/Trans Pacific Partnership Agreement). TPP yang mencapai 40 persen ekonomi dunia akan memangkas tarif perdagangan komoditas dan jasa layanan dan menetapkan standar yang sama antar sesama negara anggota. TPP masih membutuhkan ratifikasi lembaga legislatif masing-masing negara penandatangan sebelum diberlakukan.
Tiongkok sebagai negara perdagangan besar di kawasan ini masih belum bergabung dalam kesepakatan tersebut. Tidak bisa dipungkiri kemungkinan Tiongkok mengikuti kesepakatan tersebut pada masa depan. Para ahli berpendapat bahwa dilihat dari jangka pendek, maka kesepakatan TPP pasti akan menimbulkan terpaan terhadap perdagangan luar negeri Tiongkok, namun pengaruhnya sangat terbatas. Jika dilihat dari jangka panjang, maka dalam proses globalisasi ekonomi saat ini, kesepakatan perdagangan multilateral mana pun tidak bisa mengisolasikan negara atau daerah yang bukan anggotanya dari sistem perdagangan internasional. Ahli mengusulkan Tiongkok mengintensifkan perundingan tentang perundingan Zona Perdagangan Bebas Asia Pasifik.
TPP dipandang sejumlah tokoh sebagai "rebalancing ekonomi" yang dilakukan AS di kawasan Asia Pasifik. Ada juga ahli yang menganggap bahwa TPP bertujuan membentuk "NATO ekonomi" di Asia. Atas berakhirnya perundingan tentang TPP, Juru Bicara Kementerian Perdagangan Tiongkok mengatakan, Tiongkok selalu bersikap terbuka terhadap upaya apa pun yang sesuai dengan peraturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan menguntungkan integrasi ekonomi kawasan Asia Pasifik.