XINHUA: Debat Umum Sidang Majelis Umum PBB tengah berlangsung di New York. Isu senjata nuklir Semenanjung Korea menjadi salah satu topik yang paling diperhatikan berbagai pihak.
Dalam proses penyelesaian masalah senjata nuklir Semenanjung Korea, berbagai pihak hendaknya mengingat kembali Pernyataan Bersama yang dikeluarkan oleh Korea Utara, Korea Selatan, Tiongkok, Rusia, Amerika Serikat (AS) dan Jepang pada 19 September 2005. Pernyataan tersebut merupakan dokumen pertama yang terlahir dalam Pembicaraan Enam Pihak terkait isu senjata nuklir Semenanjung Korea. Kini 12 tahun sudah berlalu dan situasi Semenanjung Korea telah mengalami banyak perubahan, namun pernyataan tersebut tetap mempunyai arti realistis karena telah menetapkan kerangka bagi penyelesaian masalah senjata nuklir Semenanjung Korea.
Dalam penyelesaian masalah senjata nuklir Semenanjung Korea, prinsip denuklirisasi harus dipertahankan. Dalam Pernyataan Bersama 19 September 2005, Korea Utara berjanji untuk "menghentikan semua program senjata nuklir", sementara itu AS memastikan dirinya "tidak berniat menyerang atau mengagresi Korea Utara dengan senjata nuklir ataupun senjata konvensional, jika tidak terbukti adanya senjata nuklir di Semenanjung Korea".
Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai pihak termasuk Tiongkok sama-sama telah menegaskan kembali prinsip denuklirisasi Semenanjung Korea, dan ini telah memperlihatkan tekad bulat dunia internasional. Denuklirisasi Semenanjung Korea menuntut Korea Utara menghentikan kegiatan nuklir dan menghentikan pengembangan senjata nuklir. Sementara itu juga menuntut AS dan Korea Selatan mematuhi komitmennya, yaitu Korea Selatan bebas dari senjata nuklir. Setelah Korea Utara melakukan percobaan nuklir untuk ke-6 kalinya, suara yang menyerukan penempatan senjata nuklir taktis di Korea Selatan kembali bergaung di tengah masyarakat AS dan Korsel. Baik uji coba Korea Utara maupun seruan tentang penempatan senjata nuklir di Korea Selatan adalah pelanggaran terhadap Pernyataan Bersama, yang menandakan proses perdamaian Semenanjung Korea telah mengalami kemunduran yang berbahaya.
Jika ingin menyelesaikan masalah senjata nuklir Semenanjung Korea, semua pihak harus saling menghormati keprihatinan keamanan masing-masing dan berupaya ke arah pembentukan mekanisme perdamaian yang kekal. Korea Utara dan AS dalam Pernyataan Bersama 19 September berjanji akan "saling menghormati kedaulatan masing-masing, hidup berdampingan secara damai dan berangsur-angsur mewujudkan normalisasi hubungan berdasarkan kebijakan bilateral." Informasi yang disampaikan pernyataan bersama tersebut ialah proses denuklirisasi dan pembentukan mekanisme perdamaian abadi di Semenanjung Korea perlu dimajukan secara serentak melalui "jalur paralel".
Penyelesaian masalah senjata nuklir Semenanjung Korea menuntut berbagai pihak sama-sama mematuhi komitmen dan melaksanakan aksinya berdasarkan Pernyataan Bersama. Dalam beberapa tahun terakhir, Korea Utara terus menerus melakukan uji coba senjata nuklir dan rudal, di pihak lainnya, latihan militer gabungan AS dan Korea Selatan juga kerap kali dilakukan, sehingga situasi Semenanjung Korea semakin memburuk. Dilatarbelakangi hal tersebut, Tiongkok dan Rusia mengajukan usulan "penghentian ganda" yaitu Korea Utara menghentikan uji coba senjata nuklir, dan sebagai imbalannya AS dan Korea Selatan menghentikan latihan militer. Usulan tersebut merupakan manifestasi dari prinsip "komitmen dan aksi".
Penyelesaian masalah senjata nuklir tidak terpisahkan dari prinsip dialog dan konsultasi. Ini adalah satu-satunya jalan keluar. Pernyataan Bersama 19 September menunjukkan bahwa asalkan dialog dan perundingan dilanjutkan, maka pengembangan senjata nuklir dan rudal di Korea Utara dapat dikontrol secara efektif, sehingga situasi keseluruhan di Semenanjung Korea akan terjaga stabil.