Pada tahun 2017, bisnis elektronik dan ritel konvensional Tiongkok akhirnya mulai saling melengkapi, setelah sebelumnya sempat bersaing selama beberapa tahun terakhir. Bisnis online dan offline tidak hanya berpadu secara mendalam, kedua sektor usaha tersebut juga menyesuaikan diri dengan teknologi logistik modern, big data dan komputasi awan. Ritel pola baru ini tak saja mendatangkan kemudahan nyata kepada rakyat Tiongkok, tapi juga telah memperbarui pola bisnis ritel di seluruh dunia. Berikut adalah beberapa contoh kemudahan dan manfaat yang didatangkan dari perpaduan bisnis online dan offline: bahan makanan segar yang dipesan secara online dapat tiba di rumah pembeli dalam waktu hanya 30 menit; baju yang ingin dibeli dapat dimasukkan ke dalam keranjang belanja online setelah konsumen memindai kode QR yang tertera pada label baju, dan lain-lain.
Sebuah supermarket yang bernama "Hema Fresh Store" di Jalan Dacheng Beijing ramai dikunjungi. Warga kota bernama Gu tengah melakukan pembayaran di kasir. Ia mengeluarkan ponsel agar kasir dapat memindai kode QR aplikasi "Hema" di ponselnya, transaksi pun selesai. Metode belanja Tuan Gu itu merupakan gambaran kecil dari perubahan pola konsumsi masyarakat Tiongkok. Jurubicara Biro Statistik Nasional Tiongkok Xin Zhihong menyatakan, maraknya ritel online yang dibarengi dengan perpaduan antara bisnis online dan offline tengah mendorong pemulihan usaha ritel konvensional.
Belasan toko "Hema Fresh Store" di Tiongkok telah berhasil memadukan bisnis online dengan toko konvensional. Misalnya, konsumen dapat melacak daerah penghasil produk hanya dengan memindai kode QR yang tertera di atas produk; lokasi toko konvensional dipilih berdasarkan big data sumber pelanggan; pada umumnya konsumen akan melakukan pembelian secara online, sedangkan toko konvensional hanya dijadikan tempat untuk melihat barang secara langsung; dan toko yang berada dalam jangkauan 3 km dapat mengantarkan pesanan ke alamat konsumen dalam waktu 30 menit. Semua ini merupakan beberapa contoh konsep "Ritel Baru" yang dikemukakan Jack Ma, Ketua Dewan Komisaris Grup Alibaba. Jack Ma berpendapat, integrasi antara ritel online dan offline akan semakin erat pada masa depan, ditambah lagi teknologi logistik modern, big data dan komputasi awan, sehingga akan membentuk konsep "Ritel Baru".
Konsep "Ritel Baru" kebanyakan termanifestasi pada kerja sama antara Grup Alibaba dengan perusahaan offline. Alibaba kini telah membuka belasan ribu "toko pintar". Manajer toko busana wanita di Plaza Chia Tai Lujiazui Shanghai, Gao Jin menerangkan bahwa tokonya kini telah membeli mesin panduan belanja, sehingga para pengunjung tidak perlu melakukan pembayaran di kasir. Selain itu, tokonya juga dilengkapi "fasilitas pintar" lainnya. Misalnya, jika si A masih merasa ragu setelah mencoba pakaian yang ingin dibeli, dia dapat memindai kode QR yang tertera pada pakaian dengan menggunakan ponsel, setelah itu pakaian tersebut secara otomatis masuk ke dalam keranjang belanja online si A. Ia dapat melakukan pembelian di rumah setelah melalui pertimbangan matang.
Teknologi dan layanan terbaru di bidang "Ritel Baru" itu juga termanifestasi pada China Unicom Smart Living Experience Store yang baru-baru ini diresmikan di Shanghai. Toko yang dibuka atas kerja sama China Unicom dan Alibaba itu dapat memungkinkan para konsumen mencoba layanan belanja realitas tertambah (AR) di toko tersebut, selain itu, pengunjung juga dapat melihat segala produk di seluruh negeri dan membelinya dengan cara memindai kode QR produk.
Menurut Direktur Pemasaran Grup Alibaba Dong Benhong, "Ritel Baru" lebih mengutamakan layanan dan pengalaman yang dirasakan para konsumen.
Menurut analisa Institut Riset Global McCain (MGI), gelombang digitalisasi tengah mendefinisi ulang pengalaman yang dirasakan konsumen di sektor usaha ritel. Di sektor usaha konsumsi dan ritel, kini sekitar 85 persen konsumen Tiongkok adalah pembeli omni-channel atau pembeli yang menggunakan lebih dari satu saluran penjualan, sehingga harapan mereka terhadap pengalaman berbelanja semakin tinggi.
Pada tahun 2017, bukan hanya Alibaba saja yang memraktekkan pola ritel baru, perusahaan e-commerce lainnya juga mengambil strategi serupa. Misalnya konsep "ritel cerdas" Suning dan konsep "ritel tanpa batas" JD.com. Perusahaan e-commerce tengah mempercepat kerja sama dengan perusahaan ritel konvensional. Pola bisnis serba baru yang mengaburkan batas antara ritel online dan offline mulai terbentuk melalui integrasi dan konektivitas antara data, rantai penawaran, pembayaran, logistik, toko konvensional, dan produk.
Periset dari Center for China and Globalization (CCG) Chu Yin berpendapat, kehadiran inovasi pola ritel sejenis secara bersamaan, tak terlepas dari perubahan baru dan situasi kemacetan (bottleneck) yang terlahir dari perkembangan ekonomi Tiongkok. Sementara itu, Kementerian Perdagangan Tiongkok menyatakan pula, pihaknya akan mengumumkan Kerangka Inovasi Teknologi Usaha Ritel dan kasus tipikal penerapan teknologi di saat yang tepat, demi menuntun perusahaan ritel memperbesar penerapan teknologi modern dan secara lebih baik menyesuaikan diri dengan kebutuhan akibat eskalasi konsumsi.
Pada akhir November 2017, atas undangan Program Pangan Dunia (WFP), Chief Financial Officer "Hema Fresh Store" Sheng Chong menghadiri Ekspo Pembangunan Selatan-Selatan Global 2017 di Antalya, Turki. Ia menyatakan, "Ritel Baru" yang dicetuskan Hema memungkinkan usaha ritel Tiongkok meroket sekali lagi, sekaligus juga mendorong perkembangan pesat UKM di sektor pertanian. Menurut analis, faktor teknologi dan intelegensi di balik tren belanja, tengah mendatangkan pengalaman belanja yang lebih efektif dan efisien kepada para konsumen Tiongkok. Pola seperti ini telah menjadi yang terdepan di dunia.