Kesalahan pertama adalah pemikiran yang salah
Zaman terus melangkah maju, tetapi pemikiran pemerintah Trump masih terhenti pada abad yang lalu, dan masih saja menjadikan "zero-sum game" sebagai tolak ukurnya sendiri. Pemerintah Trump mengincar 'Made in China 2025' sebagai sasaran perang dagang kali ini, tujuannya ialah memberikan pukulan telak terhadap industri manufaktur teknologi tinggi Tiongkok melalui pembatasan terhadap teknologi dan HaKI. Di sisi lain, langkah itu juga bertujuan untuk menghalangi perkembangan Tiongkok dari negara besar ke negara yang kuat, sehingga AS dapat mempertahankan hegemoni di bidang ekonomi, dagang dan iptek.
Pemikiran tersebut terbentuk seiring dengan semakin melemahnya kekuatan AS, yang dibarengi dengan semakin meningkatnya kekuatan komprehensif Tiongkok.
Kesalahan kedua adalah salah memilih lawan
AS salah memilih lawan dalam perang dagang yang dilancarkannya terhadap Tiongkok.
Selama dua dasawarsa terakhir, Tiongkok telah menjadi ekonomi terbesar kedua di dunia, dan AS tentu saja memandangnya sebagai 'kambing gemuk'.
Langkah AS yang mengenakan bea cukai senilai US$ 50 miliar terhadap produk yang diimpor dari Tiongkok, hingga gembar-gembor untuk menambah bea cukai tambahan senilai US$ 100 miliar terhadap produk Tiongkok, belum juga berhasil membuat Tiongkok tunduk dan menyerah.
Kesalahan ketiga adalah cara yang salah
Donald Trump berasal dari kalangan pengusaha, dan selalu dengan bangganya menyebutkan apa yang disebutnya sebagai 'seni bernegosiasi'. Warna militer sangat kental dalam kelompok Donald Trump, dan menunjukkan rasa tidak percaya yang sangat kuat terhadap Tiongkok. Dalam hal ini, kita bisa melihat dua ciri khas yang menonjol dalam tekanan dagang yang dilancarkan AS terhadap Tiongkok. Pertama, menyerang Tiongkok namun juga ingin berbaik-baikan dengan Tiongkok, dan melancarkan pemerasan terhadap Tiongkok; kedua, mengancam dan menakut-nakuti Tiongkok sehingga memaksa Tiongkok menyerah.
Menghadapi perang dagang yang dilancarkan AS, Tiongkok membalas dengan tegas, ini tidak hanya untuk melindungi kepentingan negara, tapi juga untuk memelihara sistem perdagangan multilateral global.
Jika perang dagang meletus, Gedung Putih akan menyesal akibat 'tiga kesalahan' seperti yang disebut Bradley sebelumnya, namun hingga waktunya tiba, penyesalan sudah sangat terlambat.