Alat Musik Unik "HULUSI" --Rizky Wardhani
  2013-09-18 16:06:20  CRI

Filosofi ini sering saya dengar sejak saya masih kecil. Sejarah Kebudayaan China yang panjang, tokoh China yang mendunia, etos kerja masyarakat China yang ulet, membuat saya menggeliat ingin mengetahui lebih lanjut mengenai kebudayaan China. Kesempatan untuk memperdalam kebudayaan China datang ketika 25 tahun yang lalu saya diperkenalkan seorang sahabat pena saya yang tinggal di Beijing oleh ayah saya. Ayah saya seorang dokter yang mendalami ilmu farmasi, beliau tertarik untuk memperdalam ilmu obat-obatan China sehingga sering mengikuti seminar luar negeri tentang ilmu farmasi dan obat-obatan timur sehingga pada tahun 1988 beliau berkunjung ke Beijing dan berkenalan dengan ahli pengobatan China. Teman ayah saya memiliki seorang putri yang sebaya dengan saya. Akhirnya kami saling bertukar alamat dan mulailah kami bercerita tentang kehidupan kami di masing-masing kota.

Hingga akhirnya kami beranjak remaja, saat itu saya mulai masuk sekolah menengah atas dan mulai sibuk dengan kegiatan kami masing-masing. Tapi saya masih ingat bagaimana sahabat pena saya sering sekali mengajak saya berbicara bahasa Mandarin, tetapi saya tidak bisa membalas sedikitpun. Tibalah saat pemilihan jurusan di universitas, atas saran dari ayah saya akhirnya saya memilih jurusan sastra China yang kebetulan pada saat itu masih sedikit sekali peminatnya. Ayah saya sangat berharap kelak saya dapat membantu beliau untuk memahami obat-obatan China.

Melalui kerja keras dan perjuangan akhirnya saya dapat masuk di Universitas Indonesia dengan jurusan sastra China, pada saat saya masuk kuliah masih sedikit sekali universitas yang membuka jurusan sastra China karena kebijakan pemerintah pada saat itu yang tertutup dengan seluruh kebudayaan dari China. Bahan ajar perkuliahan yang saya dapat dari jurusan pun masih berupa fotokopi tidak ada buku yang asli. Tahun penerbitnya pun masih era 1960an dengan ejaan yang belum disempurnakan. Seperti kura-kura yang menganut "slowly but sure" saya harus tertatih-tatih belajar bahasa Mandarin. Sungguh perjuangan yang tidak dapat dibayar dengan apapun.

4 tahun belajar bahasa Mandarin sungguh merupakan pengalaman yang luar biasa, jerih payah setiap peluh keringat, mengahafal ribuan aksara Han, sejarah panjang China, dan kebudayaan China yang beragam, filosofi sastra China klasik dan politik. Saya paling suka kuliah kebudayaan. Kebudayaan China sangat beragam dan sungguh tidak akan pernah ada habisnya. Saya masih ingat keinginan ayah saya yang ingin memperdalam ilmu pengobatan China, ternyata tidak tercapai karena terlalu dalam bagi saya yang ilmu bahasa Mandarinnya masih dangkal. Setelah memikirkan dengan masak maka saya memutuskan untuk lebih memperdalam bahasa Mandarin saja karena saya yakin dengan menguasai satu keahlian hingga tuntas maka keahlian itu akan terus menerus dapat digunakan hingga akhir hayat. Akhirnya saya memutuskan akan lebih giat lagi belajar bahasa Mandarin hingga lulus dari universitas.

Lulus dari universitas merupakan suatu kebanggan yang luar biasa, tetapi setelah saya terjun ke dunia kerja dengan lingkungan berbahasa Mandarin saya merasakan masih banyak kekurangan dalam diri saya ketika berbahasa Mandarin. Oleh karena itu, saya bertekad untuk terus mencari jalan agar saya dapat melanjutkan kuliah saya di China. Saya berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencari peluang beasiswa. Setelah berkali-kali mengirimkan aplikasi pendaftaran beasiswa ke beberapa universitas, akhirnya kesempatan itu tiba. Agustus 2009 saya mendapat kabar bahagia saya diterima di salah satu universitas di Guangzhou China untuk meneruskan kuliah master bahasa Mandarin saya. Kesempatan ini tidak saya sia-siakan walaupun saya harus memilih 2 pilihan meninggalkan keluarga saya atau menuntut ilmu hingga ke China seperti yang saya impikan.

September 2009 saya mulai menuntut ilmu di Guangdong University of Foreign Studies, Hanyu Guoji Jiaoyu 汉语国际教育. Sungguh pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan. Sesuai dengan kegemaran saya, tidak hanya mata kuliah kebahasaan, kami juga mempelajari kebudayaan China seperti Shufa, Wushu, Alat music China seperti Erhu, Guzeng dan Hulusi. Akhirnya saya memilih alat musik Hulusi yang merupakan cirri khas music tradisional dari daerah Yunnan di China Selatan. Alunan setiap tiupan seperti membawa saya ke daerah pegunungan di daerah Yunnan, sungguh mengalun dengan merdu. Walaupun sebelumnya saya tidak pernah mempelajari seni music tapi saya bertekad saya harus bisa mempelajari ilmu meniup alat musik Hulusi. Saat saya di China saya hanya belajar sendiri. Dalam hati saya bertekad untuk terus belajar alat music Hulusi ini. Saya sangat tertarik alat music ini karena saya sering melihat pertunjukkan music China dan masih sedikit para wanita yang memainkan alat music Hulusi ini.

Waktu belajar yang sangat singkat membuat saya harus lebih focus kepada kuliah saya sehingga saya harus rajin belajar demi menempuh ujian siding tesis saya. Hingga akhirnya saya dapat lulus dan dapat memberikan pengajaran bahasa Mandarin kepada seluruh mahasiswa di Indonesia. Akhirnya saya kembali ke Indonesia dan mengabdi pada universitas tempat saya mengajar. Dalam hati kecil saya, tetap ingin memperdalam ilmu musik maka saya mencari pelatihan kebudayaan di China. Melalui pelatihan yang diselenggarakan oleh HANBAN China, saya mendapatkan kesempatan itu dan ikut serta di pelatihan kebudayaan dan saya memilih Shanghai China, East China Normal university 华东示范大学 untuk mengikuti pelatihan tersebut.

PelatihanKebudayaan ini tidak hanya mengajarkan kesenian music tetapi juga kesenian yang lain seperti menari, menyanyi, Wushu, memasak, seni menggunting China, seni mengikat China, melukis, kaligrafi China dan lain sebagainya. Saya sangat menikmati setiap pelajaran yang diberikan serta wisata pembelaran di luar kampus seperti wisata ke taman Yuyuan. Saya sungguh senang dengan suasana disana. Di Yuyuan Garden inilah akhirnya saya membeli sebuah Hulusi dan beberapa Taodi (alat musik tiup keramik). Penjaga toko di sana dengan telaten mengajari saya meniup taodi dengan benar dan memberikan banyak pelajaran. Selama 3 minggu hampir tiap hari setelah pembelajaran di kampus saya dan seorang teman saya berlatih Taodi atau Hulusi hingga kami akrab dengan beberapa penjaga toko di daerah Yuyuan Garden. Hingga akhirnya saya kembali ke Indonesia dan saya akan lebih serius berlatih Hulusi.

Setelah kembali ke Indonesia saya mendapatkan satu sekolah musik Tionghoa dan belajar privat dengan satu guru dari China Wu Zhangyi Laoshi. Walaupun saya harus menempuh perjalaan jauh dari rumah saya ke tempat les Musik Honghua di Galangan VOC, Pasar Ikan Jakarta Utara, saya dengan sabar mendengarkan pelatihan dari Wu laoshi. Setiap not demi not dengan lihai dimainkan oleh Wu Laoshi dan saya berharap kelak saya dapat seperti Wu laoshi. Saya membutuhkan banyak waktu untuk berlatih satu lagu. Hingga ketika saya sudah mahir beberapa lagu saya mulai berani untuk tampil di panggung kegiatan seni. Panggung yang ada di kampus yaitu : kegiatan fakultas dan Bahasa

Hingga saat ini saya masih terus mempelajari hulusi. Setiap sabtu saya pergi ke komunitas kebudayaan Tionghoa dan kerajinan. Seluruh guru berasal dari China. Inilah guru saya : Wu Zhangyi Laoshi. Melalui beliau lah saya memperdalam cara bermain Hulusi dengan tepat.

Saya berharap makin lama saya makin menyukai alat musik ini dan bertekad ingin terus belajar dan menguasai alat music lainnya. Karena alat music China sangat banyak maka saya menganut slowly but sure; tetapi semuannya harus diketahui dengan tepat. Dengan demikian, kebudayaan dua negara dapat kita lestarikan. Terima kasih teman-teman, terima kasih laoshi.

Stop Play
Terpopuler
• Xi Jinping Temui Pangeran Andrew Edward
• Xi Jinping Sebut Tiongkok Akan Berkembang dalam Lingkungan Keterbukaan
• Xi Jinping Memimpin Sidang Pertama Komisi Pekerjaan Urusan Luar Negeri Komite Sentral PKT
• Tiongkok Siap Berikan Pembalasan Terhadap Tarif Impor Baru AS
• Wang Yi Temui Menteri Luar Negeri Korea Utara Ri Yong Ho
• Xi Jinping Adakan Pembicaraan dengan Presiden Zimbabwe
Indeks>>
Komentar Pembaca
• Surat dari pendengar setia Bpk. Rudi Hartono
5 tahun sudah berlalu saya bersama rekan H Sunu Budihardjo mengunjungi Kota Beijing dimana telah terukir  kenangan terindah dalam kehidupan saya dalam memenangkan Hadiah Utama 60 tahun hubungan diplomatic Tiongkok – Indonesia dan 60 tahun berdirinya China Radio International. Saya bersama rekan H Sunu Budihardjo menuju Beijing pada 12 Juli 2010 disambut hangat oleh salah satu penyiar CRI, Nona Nina di Bandara International Beijing.  Kami pun menginap di salah satu hotel di Beijing untuk melakukan perjalanan wisata kota Beijing. Berikut tempat wisata yang kami kunjungi adalah :
• 0062813****0007
1. CRI (Bahasa Indonesia) disiarkan melalui Elshinta. Sekarang pindah gelombong berapa ? 2. Apa CRI (Bahasa Indonesia) tdk diadakan lagi di Indonesia ? Mohon balasan !
• 0062813****2398
halo,sy orang china yg belajar di indonesia, tadi sy mendengar acara LENTERA, judulnya Hunan. dalam perbincangan ini, mereka bilang di China ada 31 propinsi, informasi ini salah,sebenarnya di negara sy ada 34 propinsi.
• 0062852****5541
bpk maliki yangdhsebut roh papaptlimo pancer semua itu roh goep kalao orang yang ber agama itu beri nama para dewa itusemua menyatu dengan alam papat nomer satu aer yang disebut kakang kawa dua adik ariari tiga puser empat gete atau dara yang alam papat aer bumi angen api makanya kalau sembayang harus aranya kesitu itu yang benar roh empat itu yang menjaga manusia tiga alam semua meyakinni agama menyimpang dari itu sekarang alam suda rentan karena manusia suda menyimpang dari itu orang kalau jau dari itu tidak bisa masok suargo yangdi sebut suargo artinya sokmo masok didalam rogo manusia lagi bareng sama
Indeks>>
© China Radio International.CRI. All Rights Reserved.
16A Shijingshan Road, Beijing, China. 100040