Nurul juga mengatakan BKPM ingin mendorong perusahan manufaktur Tiongkok untuk berinvestasi di Indonesia agar peluang tenaga kerja dapat ditingkatkan.
"Kita mau memberikan kesempatan lebih banyak bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan dan meningkatan pendapatan, karena dengan demikian kesadaran terhadap pendidikan dan kesehatan akan meningkat dan tingkat kriminalitas dapat dikendalikan," ujar Nurul.
Tiongkok telah menempatkan Indonesia sebagai salah satu tujuan utama investasi. Selain itu, Indonesia juga dinilai sebagai negara tujuan investasi ke-4 paling menarik oleh United National Conference on Trade and Development (UNCTAD), setelah Tiongkok, Amerika Serikat dan India.
Namun, Indonesia, sebagai negara ekonomi terbesar ke-15 di dunia, masih memiliki banyak kendala dalam menggalakan investasi. Himawan Hariyoga mengatakan beberapa kendala tersebut adalah ketidakjelasan kebijakan pemerintah dan lemahnya infrastruktur.
Bank Dunia memproyeksikan bahwa angka pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan berada di angka 5,9 persen, lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya yakni 6,2 persen. Untuk menopang ekonomi, Indonesia diharapkan akan tetap berusaha meningkatkan investasi asing, khususnya investasi yang bersifat jangka panjang dan bernilai tambah atau smart capital.
"Smart capital adalah investasi yang memberikan nilai tambah berupa transer teknologi, penciptaan lapangan kerja yang luas, dan perluasan akses pasar ke luar negeri. Kita mengharapkan Tiongkok sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua dapat lebih berperan lagi."
Tahun ini, panitia mengundang lima panelis, termasuk Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Firmansyah Rahim dan Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Siun Jarias. Forum tersebut dihadiri oleh puluhan pengusaha terkemuka Tiongkok yang tergabung dalam Club Top 500.