Huangshan Modern di Mata Musafir Kuno
  2011-11-11 10:30:05  CRI

"Di seluruh penjuru negeri, tiada yang melebihi Huangshan di Huizhou; Mendaki Huangshan, tiada lagi gunung di bawah kolong langit, cukuplah semua!"

Demikian musafir kenamaan Tiongkok, Xu Xiake dari akhir era Dinasti Ming menorehkan kesannya setelah mengunjungi gunung Huangshan, yang kini berada di selatan provinsi Anhui. Kata-kata yang mentahbiskan Huangshan sebagai gunung terindah di seluruh negeri Tiongkok, bahkan di seluruh muka bumi. Orang-orang dari zaman sesudahnya kemudian memparafrase ungkapan sang musafir kuno ini menjadi: "Siapa pun yang pernah mendaki Huangshan, tidak perlu lagi melihat gunung lain mana pun."

Huangshan tidak perlu banyak kata. Keindahan wajah pegunungan raksasa ini sudah cukup menjadi puisi bagi dirinya sendiri. Di tengah selimut kabut yang menyingsing, batu-batu menjulang dalam beragam bentuk yang begitu aneh. Magis. Romantis. Bebatuan raksasa seakan bernyanyi melalui melodi yang tergambar dari gurat wajah yang terkadang hilang ditelan kabut, terkadang misterius di balik balutan awan, terkadang menimbulkan kegalauan di balik kelabu, dan terkadang mendadak megah seraya menunjukkan kegarangan tebing curam ketika diraupi sinar matahari.

Tak heran, nuansa mistis ini menghasilkan ribuan karya seni yang tak terhingga dalam sejarah Tiongkok: lukisan mopit, bait-bait puisi, catatan perjalanan, denting kecapi, alunan sastra, .... Huangshan sudah menjadi bagian dari jiwa Tiongkok, kebanggaan Tiongkok, dan keyakinan bahwa tiada gunung lain di muka bumi ini yang sanggup mengalahkan keindahannya.

1 2 3 4 5 6
Stop Play
Terpopuler
• Xi Jinping Temui Pangeran Andrew Edward
• Xi Jinping Sebut Tiongkok Akan Berkembang dalam Lingkungan Keterbukaan
• Xi Jinping Memimpin Sidang Pertama Komisi Pekerjaan Urusan Luar Negeri Komite Sentral PKT
• Tiongkok Siap Berikan Pembalasan Terhadap Tarif Impor Baru AS
• Wang Yi Temui Menteri Luar Negeri Korea Utara Ri Yong Ho
• Xi Jinping Adakan Pembicaraan dengan Presiden Zimbabwe
Indeks>>
Komentar Pembaca
• Surat dari pendengar setia Bpk. Rudi Hartono
5 tahun sudah berlalu saya bersama rekan H Sunu Budihardjo mengunjungi Kota Beijing dimana telah terukir  kenangan terindah dalam kehidupan saya dalam memenangkan Hadiah Utama 60 tahun hubungan diplomatic Tiongkok – Indonesia dan 60 tahun berdirinya China Radio International. Saya bersama rekan H Sunu Budihardjo menuju Beijing pada 12 Juli 2010 disambut hangat oleh salah satu penyiar CRI, Nona Nina di Bandara International Beijing.  Kami pun menginap di salah satu hotel di Beijing untuk melakukan perjalanan wisata kota Beijing. Berikut tempat wisata yang kami kunjungi adalah :
• 0062813****0007
1. CRI (Bahasa Indonesia) disiarkan melalui Elshinta. Sekarang pindah gelombong berapa ? 2. Apa CRI (Bahasa Indonesia) tdk diadakan lagi di Indonesia ? Mohon balasan !
• 0062813****2398
halo,sy orang china yg belajar di indonesia, tadi sy mendengar acara LENTERA, judulnya Hunan. dalam perbincangan ini, mereka bilang di China ada 31 propinsi, informasi ini salah,sebenarnya di negara sy ada 34 propinsi.
• 0062852****5541
bpk maliki yangdhsebut roh papaptlimo pancer semua itu roh goep kalao orang yang ber agama itu beri nama para dewa itusemua menyatu dengan alam papat nomer satu aer yang disebut kakang kawa dua adik ariari tiga puser empat gete atau dara yang alam papat aer bumi angen api makanya kalau sembayang harus aranya kesitu itu yang benar roh empat itu yang menjaga manusia tiga alam semua meyakinni agama menyimpang dari itu sekarang alam suda rentan karena manusia suda menyimpang dari itu orang kalau jau dari itu tidak bisa masok suargo yangdi sebut suargo artinya sokmo masok didalam rogo manusia lagi bareng sama
Indeks>>
© China Radio International.CRI. All Rights Reserved.
16A Shijingshan Road, Beijing, China. 100040